Freedom papuans

Freedom papuans
isi hati

Sabtu, 05 Februari 2011

Ø INDONESIA-L SiaR---PEMBUNUHAN RAKYAT SIPIL DI ILAGA












INDONESIA-L] SiaR---PEMBUNUHAN RAKYAT SIPIL DI ILAGA

PEMBUNUHAN RAKYAT SIPIL DI ILAGA
JAYAPURA (MamberaMO, 26/3/98), Ekses dari "sukses" operasi militer ABRI
dalam membebaskan para sandera di Mapnduma 97 lalu yang didengung-dengungkan
pemerinrah RI kini mulai tampak. Sebagai balas dendam operasi yang sebetulnya
gagal itu, ABRI kini melakukan balas dendam dengan membunuhi para penduduk yang
diperkirakan jadi basis Organisasi Papua Merdeka.
Tindakan kejam, yang antara lain berupa pembunuhan massal dan bumi
hangus ini, menakutkan para penduduk desa. Banyak di antara mereka pergi masuk
hutan, bersembunyi di goa atau mengungsi ke tempat-tempat terpencil. Operasi
militer ini yang disebut sejumlah sumber MamberaMO sebagai penyebab terjadinya
kelaparan beberapa waktu lalu.
Berikut ini adalah sebuah laporan hasil investigasi yang dibuat oleh
sebuah tim independen. Tim mencoba masuk ke pedalaman dan melakukan pengamatan
di dua desa, Bella dan Alama yang dihuni oleh suku Amungme, anak suku Kelly
Kwalik. Silakan menyimpulkan sendiri bagaimana sepakterjang tentara yang
harusnya melindungi penduduk sipil di Irian Jaya.
PENDAHULUAN
Desa Bella dan Alama, kecamatan Ilaga di Kabupaten Paniai, Irian Jaya
adalah dua lembah yang terdiri dari sejumlah kampung-kampung kecil. Kedua
lembah yang terletah di bagian Selatan Pegunungan Tengah Irian Jaya tersebut
secara adat termasuk dalam wilayah adat orang Amungme (Amung sa).
Sebuah laporan tertanggal 21 Juni 1997 lalu yang memuat berbagai
kejadian yang dilakukan pasukan militer Indonesia yang sedang melakukan
operasi militer pasca pembebasan para sandera"Mapnduma" 1996 untuk menagkap
gerilyawan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kelly Kwalik dan Daniel Yudas Kogoya
cs, yang menyebabkan meninggalnya sejumlah warga sipil dan keresahan masya-
rakat di Desa Bela dan Alama, sekitar 150 Km Timur kota Tembagapura, Irian
Jaya, disampaikan kepada Yayasan Musayawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) dan
gereja-gereja di Timika (Paroki Gereja Katolik Tiga Raja Timika) Gereja Kemah
Injil Indonesia [GKII] daerah Mimika)
Laporam saksi mata yang disampaikan LEMASA (umat Tuhan) dan para
petugas gereja di lembah Bella dan Alama itu menyebutkan bahww sejak operasi
pembebasan para sandera asal Inggris, Belanda, Jerman dan Indonesia yang
dilancarkan pasukan ABRI tanggal 9-15 Mei 1996 lalu sampai sekarang lebih dari
1000 warga jemaat sipil pada 23 jemaat GKII (Protestan) dua lembah Timur suku
Amungme yang berbatasan dengan wilayah suku nDuga itu telah melarikan diri ke
hutan-hutan, gunung-gunung dan daerah lain di kawasan Pegunungan Tengah bagian
Selatan Irian Jaya.
Sebagian melarikan diri ke Desa Eralmakawia di lembah Noema, sekitar
130 Km timur kota Tembagapura, ke daerah-daerah orang nDuga di bagian Timur dan
sebagian lainnya menyelamatkan diri ke Kecamatan Ilaga di kabupaten Paniai
serta Timika dan di Tembagapura kabupaten Mimika.
Laporan itu menyebutkan pula telah terjadi pengungsian ribuan warga
sipil untuk menyelamatkan diri karena banyak jiwa manusia yang telah mati
ditembak oleh aprat keamanan. Rumah-rumah dan Gereja-gereja dibakar atau
dibongkar, tanaman-tanaman dan kebun-kebun dibabat dan dimusnakan oleh pasukan
ABRI dari Kopassus, Batalyon Infantri 751 Jayapura, 753 Paniai dan 752 Sorong
serta 733 Pattimura. Masyarakat merasa tidak aman dan tidak bebas. Tidak
seperti biasanya mereka kesulitan mencari nafkah, ke kebun, berburu, apalagi
mengunjungi keluarga mereka di kampung-kampung yang lain karena diawasi dan
dicurigai bekerjasama dengan gerilyawan OPM oleh pihak pasukan ABRI yang
melakukan operasi militer pasca penyanderaan untuk menumpas OPM pimpinan
Kelly Kwalik dan Daniel Yudas Kogoya itu.
Keterangan sejumlah saksi mata mengatakan bahwa dalam persembunyian
atau pelariannya masyarakat yang ditemukan pasukan abri ditembak mati. Sebagian
lainnya mati dalam perjalanan berusaha menyelamatkan diri karena luka-luka
tembak dan juga karena kelaparan. Daftar di bawah ini menunjukan belasan
korban yang dilaporkan telah dibunuh ABRI atau"hilang sejak operasi militer
dilancarkan di wilayah-wilayah itu:
Lembah Bella:
Nama sex Umur Suku Agama
1.Marten Kemong L 16 Amungme Protestan
2.Zakari Katagame L 33 " "
3.Zakarias Katagame L 8 " "
4.Ter Balinol L 38 " "
5.Marius Deikmon L 16 " "
6.Ikadius Deikmon L 20 " "
Lembah Alama:
1.Henok Mulugol L 58 " "
2.Ninuor Kwalik L 50 " "
3.Daugunme Kwalik L 12 " "
4.Namatme Kanangopme L 50 " "
5.Natmaramol Wandik L 50 " " *
*Natmaramol Wandik: Ditembak bersama istri dan 3 anaknya, termasuk suami dari
anak perempuannya dan seorang bayi. Kesepuluh (10) orang itu dibantai
bersama-sama dengan 10 orang Nduga lainnya lalu ke 20 jenasah orang itu
dikuburkan secara massal dalam suatu lubang yang dibuat di tengah desa Alama
(lih.Pembunuhan Massal 20 warga sipil di Alama)
Untuk memperoleh kebenaran tentang laporan-laporan tersebut dua staf
LEMASA dan petugas gereja (Katolik dan GKII) melakukan penyelidikan lapangan di
Bela mulai tanggan 23 Agustus - 9 September 1997. Meskipun laporan-laporan ini
sudah lama diterima pihak LEMASA dan gereja-gereja di Timika, namun karena
sulitnya transportasi udara dan ketatnya sistem keamanan di wilayah itu
sehingga setelah menunggu hampir 7 bulan (Februari-Agustus 1997) baru lah
tanggal 23 Agustus Tim bisa berangkat dari Timika ke Ilaga. Dari Ilaga tim
berjalan kaki selama hampir 2 minggu untuk dapat mewawancarai para saksi serta
mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan berbagai kejadian di lapangan.
Berikut adalah hasil penyelidikannya/Investigasi.
[NB: Karena alasan keamanan, nama-nama saksi dan tim penyelidik tidak akan di-
tulis dalam laporan ini.]
Pembunuhan 20 orang penduduk dan pembakaran 8 gereja.
JALANNYA INVESTIGASI
Sabtu ( 23/8 1997) jam 9.30 wit dengan pesawat milik Association
Mission Aviation (AMA) berangkat menuju Ilaga dari Timika, 40 menit kemudian
tiba di lapangan rumput Gome, Ilaga.Situasi sepi, tidak seperti biasanya bila
ada pesawat yang mendarat. Bertemu Ketua Dewan Paroki Ilaga, Petrus Bobii
sekaligus menyampaikan surat pengantar dari Pastor Paroki Tiga Raja Timika.
Minggu (24/8 1997) Berangkat dari Ilaga ke kampung Tuenggi untuk
menemui beberapa keluarga masyakat Bella yang sementara mengungsi ke Ilaga
karena dikejar-kejar ABRI.Pada saat itu Ilaga sedang dilanda kekeringan akibat
turunnya hujan es (frost) yang merusakan tanaman sayuran. Hal ini membuat
sebagian masyarakat memutuskan untuk kembali ke Bella dan Alama, daripada
harus mati kelaparan di tempat "orang lain", tetapi ada sejumlah warga yang
memilih tetap tinggal. Mereka yang kembali tidak dapat tingggal di kampung-
kampung mereka karena wilayah itu telah dikuasai militer dan mereka memilih
tinggal dalam goa-goa di gunung-gunung dekat kampung mereka agar bisa dekat
dengan kebun-kebun mereka.
Setelah ibadah Minggu (24/8) kami kumpulkan masyarakat asal Bella
dan Alama di tempat yang aman. Stelah berkumpul semua saksi mata diambil
gambarnya dan selanjutnya wawancara.
Senin (25/8 1997) tim berjalan kaki menuju Gome dan menuju Kago,
pusat kecamatan membawa surat tugas dari Pastor Paroki Tiga Raja-Timika dan
bertemu lansung dengan kapolsek Ilaga.
Setelah memperoleh keterangan dari saksi mata, hari berikutnya
(26/8 1997) tim berangkat menunju Bella untuk melakukan penyelidikan lansung di
lapangan. Rute pertama adalah kampung Maiki.
27/8 1997. Dari maiki ke Dalmulnep-nora, Bella melewati belantara.
Kekeringan tampak di mana-mana.
28/8 1997. Dari Dalmunep-nora tim menuju Onangmau-ni, jampua. 29/8
1997. Dari Onangmai-ni menuju Belaki melawati kampung pertama dimana tim
melihat bekas bangunan GEREJA dan rumah warga masyarakat yang dibakar rata
dengan tanah oleh pasukan ABRI. Tidak jauh dari gereja yang hangus terdapat
kuburan (TKP) dari Ikadius Deikmom yang ditembak oleh abri (lih. Foto 03 dan
05, appendix 01) 30/8 1997. Tim berangkat menuju Kali Kul Balogong dan goa
Kalem-ara dan menginap. Dalam perjalan kami melewati perkampungan masyarakat
dan gereja yang telah dibakar ABRI. Kampung yang dilalui antara lain: Kayamol,
Bombugin, Nemangora dan Dail Augin yang telah dijadikan basis militer. Tampak
semua rumah dan gereja-gereja di kampung-kampung yang kami lalui itu tinggal
puing-puing karena telah dibumi-hanguskan oleh ABRI yang melakukan operasi
militer. Dari Dail Augin tim menuju ke kampung Put Tagam-ok melalui kali Kul
Balogong dimana tim dapati TKP di mana warga sipil bernama Uriwilek Deikmom
ditembak mati oleh ABRI.
01/9 1997. Dua anggota tim menuju desa Agap-Agap untuk menyelidiki
kuburan seorang warga sipil setempat bernama "Marinus Deikmom" yang ditembak
mati ABRI. Sebelum menvcapai Agap-Agap tim melewati kampung Bemogin.
Pemandangan yang sama seperti empat kampung di atas. Tak ada manusia, rumah-
rumah penduduk dan gereja dikampung itu tinggal puing-puing. Semua telah
dibakar oleh pasukan ABRI. Sampai di Agap-Agap juga demikian rumah-rumah
penduduk dan gereja telah musnah dibakar. Di Agap-Agap tim meminta kepada pihak
keluarga korban (Marinus Deikmom) untuk menggali kuburan korban dan mengambil
gambar. Setelah itu tim kembali ke Goa Kalem-ara di mana tim bermalam.
Sore itu (01/9 1997) Tim berjumpa dengan keluarga Orokus Mom asal
Alama yang datang dari kampung Erelmakawia di Jila di mana seluruh warga
masyarakat ditampung oleh militer. Ia dan beberapa saudaranya yang lain telah
memilih suatu tempat untuk membangun pondok-pondok. Menurutnya mereka lari
tinggalkan Erelmakawia karena merasa sangat terktekan atas pengawasan militer
yang berlebihan. Tak ada kebebasan untuk mencari makan. Keluar agak jauh dari
pos-pos militer kami diharuskan membawa surat jalan.
Sementara itu masyarakat di kampung di mana kami tinggal melarang
orang dari luar kampungnya tidak boleh membuat kebun tanpa seijin mereka,
bahkan dilarang sama sekali. "Dalam keadaan begini bisa bayangkan betapa
menderitanya kami, kami kelaparan," kata Bapak Mom sedih.
02/9 1997 Tim kembali ke Ilaga dengan berjalan kaki.
09/9 1997 Tim dari Ilaga terbang ke Nabire dan selanjutnya tanggal
11/9 1997 tim berangkat ke Jayapura untuk menyelesaikan laporan ini.
PEMBUNUHAN 20 WARGA SIPIL
Sejak desember 1996 lalu Natmaramol Wandik, istri dan tiga anaknya
serta anak perempuannya serta suami dan bayi mreka lari meninggalkan Alama
pindah ke Nolagai, sebuah kampung perbatasan antara desa Alama (daerah orang
Amungme) dan desa Nggeselama /Geselama (daerah orang Nduga). Keluarga Wandik
meninggalkan kampung karena takut terhadap pasukan ABRI yang masuk menguasai
mereka. Akan tetapi operasi pasukan ABRI ke Nolegai akhirnya berhasil
mengumpulkan dan mengembalikan Natmaramol sekeluarga yang terdiri dari 10 orang
Amungme dan 10 orang Nduga lainnya di Nilogai ke desa Alama. Pihak ABRI dengan
pesawat helikopter milik TNI AD yang berbasis di Timika mengangkut 20 orang
warga sipil ini dan membawa mereka ke Alama.
Di Desa Alama 20 warga sipil ini ditampung pada honai-honai (rumah khas
orang pedalaman) dan diawasi oleh pasukan. Menurut saksi, suatu hari Natmaramol
disuruh seorang anggota pasukan dari Batalyon Infanteri 753 untuk membelah kayu
bakar, tetapi korban menolak dengan alasan sakit, sambil merokok menunjukan
sikap "tak peduli". Merasa perintahnya tidak digubris atau dilecehkan prajurit
itupun berang dan memukuli korban bahkan mengancam akan menembak mati
Natmaramol. Mendapat perlakuan kasr seperti itu Natmaramol tidak terima dan
sebagai tindakan protes ia mengajak keluarganya kabur kembali ke gunung dan
bersembunyi di Goa Kitara yang berjarak sekitar 7 km dari Alama.
Sementara itu pasukan ABRI terus beroperasi "menyisir" hutan-hutan
sekitar mencari OPM dan berupaya mengumpulkan lebih kurang 1000 orang warga
sipil (umat) dari 23 jemaat GKII .
Saksi mengatakan ketika melalui sebuah jalan setapak yang menuju goa
Kitara di mana Natmaramol sekeluarga bersembunyi, pasukan melihat jejak kaki
menuju mulut goa dan berhasil membawa Natmaramol sekeluarga kembali ke Alama.
Operasi menumpas OPM dan menurunkan para warga sipil ke kampung-kampung
terus dilancarkan. Dalam operasi itu pasukan menembak mati Uriwelek Deikme (23
th). Menurut saksi di bulan Januari 1997 korban bersama ayah, ibu dan adik-a-
diknya dalam pengungsian berlindung di sebuah goa dekal Bella. Saat itu korban
sedang mengawasi mata jalan didepan mulut goa dimana ayah, ibu dan saudara-
saudaranya bersembunyi. Namun dalm opersi itu pasukan lebih dahulu melihat
korban, maka tanpa tembakan peringatan Uriwelek lansung diberondong hingga
tewas. Tetapi pasukan ABRI tidak menyadari mereka sedang dibuntuti oleh OPM.
Melihat saudara mereka (Uriwelek Deikme) ditembak mati, OPM yang sudah
mengepung pasukan ABRI lansung melakukan balasan. Sejumlah anggota pasukan
tewas.
Kejadian ini oleh pihak pasukan ABRI ditanggapi sebagai adanya
kerjasama antara masyarakat dengan OPM. Maka pasukan ABRI di Bella segera
melaporkan kepada pasukan lainya di Alama agar mengabil tindakan tegas atas 20
warga sipil (Natmaramol Wandik) yang lagi ditahan.
Saksi yang bersembunyi tak jauh dari TKP mengatakan pasukan ABRI
karena sangat marah atas tewasnya teman-teman mereka yang ditembaki OPM dan
mencurigai para warga sipil bekerjasama dengan OPM, maka warga sipil yang tak
berdosa itu dipaksa keluar dari honai-honai dimana mereka ditahan dan digiring
ke tepi lobang-lobang bekas mengkukus makanan (bakar batu) di tengah kampung.
Selanjutnya 20 warga sipil tak berdosa itu dipaksa menggali dan memperbesar
lobang-lobang bekas mengkukus makanan tersebut lalu mereka dieksekusi dengan
berondongan peluru tanpa rasa perikemanusiaan. Kemudian jenasah para korban
diangkat dan dimasukan ke dalam lobang-lobang yang sudah disiapkan itu.
Para saksi mengatakan ketika menengok "lobang pembantaian massal"
tersebut dan menggalinya mendapati jenasah para korban sudah membusuk.
Jenasah-jenasah itu dibaringkan selang seling di dalam lobang-lobang tersebut,
mungkin dengan masksud agar lobang-lobang tersebut cukup memuat ke 20 jenasah.
Menurut saksi pembantaian di desa Alama tersebut terjadi pada bulan Januari
1997.
GEREJA DAN RUMAH-RUMAH PENDUDUK DIBAKAR MUSNAH
Puing-puing gereja dan rumah penduduk adalah bukti kekejaman dan
tindakan sewenang-wenang pasukan ABRI yang melakukan operasi militer di wilayah
Bella dan Alama. Sepanjang perkampungan yang kami (tim) lalui mulai dari
kampung Koyamol, Bomaugin, Nemangora, Dail Augin, Puttogam-ok, Bemok-in sampai
kampung Agap-Agap yang nampak adalah pemandangan puing-puing gereja dan
rumah-rumah penduduk. Pada beberapa kampung seperti Bomaugin, Dail Augin,
Bewok-in dan Agap-Agap gereja-gereja dan perumahan penduduk malah telah
dibongkar dan dijadikan pos-pos militer dan kayu bakar untuk memasak dan
memanaskan badan di kawasan pegunungan yang cukup dingin itu.
Sejumlah saksi yang tim wawancarai mengatakan pasukan ABRI begitu
masuk dan menguasai perkampungan-perkampungan, mereka melakukan tembakan-
tembakan secara berentetan membabi buta menyebabkan warga ketakutan dan
melarikan diri untuk bersembunyi di goa-goa atau hutan-hutan dekat perkampungan
mereka. Dari sana mereka menyaksikan satu persatu rumah-rumah dan gereja-gereja
mereka disuluti api dan terbakar, membuat situasi kampung tiba-tiba
berubah menjadi lautan api.
Selain membakar, pasukan ABRI juga membongkar gereja-gereja, rumah-
rumah penduduk dan puskesmas - menggunakan atapnya untuk membangun pos-pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar